top of page

Analisis Sikap Mahasiswa (Jogja) terhadap Isu Perubahan Iklim

29 Januari 2020

Apa yang anda pikirkan ketika mendengar frasa “perubahan iklim”? Kalau saya sebagai mahasiswa kehutanan tentu sudah sering sekali mendengarnya. Topik tersebut sering dijadikan bahan diskusi di berbagai acara dan dihubung-hubungkan dengan topik lain seperti kondisi biota laut, produksi hasil pertanian sampai ketahanan pangan. Tapi kalau untuk masyarakat awam kira-kira apa ya yang akan mereka katakan jika ditanya pendapatnya tentang hal tersebut? Contoh deh, Ibu saya saja, Ibu saya bisa dianggap seawam-awamnya orang awam, bagaimana tidak? Beliau ibu rumah tangga yang pendidikan terakhirnya sekolah dasar (SD) dan tidak pernah mendapat materi tentang lingkungan. Ketika saya iseng bertanya kepada Ibu saya


“Bu, Ibu tahu gak masalah perubahan iklim?”

Ora” (tidak) Jawaban yang singkat, padat dan jelas.


Tapi saya berpikir kembali, gausah berharap terlalu tinggi orang tua kita mengerti tentang perubahan iklim, teman-teman sebaya saya saja acuh tak acuh tentang isu tersebut. Padahal kan harusnya sebagai mahasiswa kehutanan bisa menjadi garda terdepan dan mewakili suara paling keras ya. Saya mengakui isu perubahan iklim dan lingkungan ini bukanlah isu yang ringan, materi yang bersliweran di internet rata-rata disajikan dalam bahasa inggris dengan kosakata yang sulit dimengerti. Apalagi di Indonesia, isu perubahan iklim harus mengantre dibelakang isu agama, sosial politik, hak LGBTQ dan masalah pelecehan seksual. Sorry nih, bukan berarti saya menganggap isu-isu tersebut tidak penting, tapi guys bahkan berita tentang perubahan iklim kalah pamor dengan berita Nia Ramadhanny yang gabisa ngupas salak L :( Pokoknya yang mau saya bilang disini, isu perubahan iklim bukan isu seksi deh untuk dibicarakan di Indonesia. Sering saya berpikir kayaknya ketika segala isu yang ada di Indonesia akhirnya menemukan solusi, tiga hari kemudian kita mati bersama-sama karena kelelep air laut.


Padahal isu perubahan iklim ini mempengaruhi berbagai aspek vital kehidupan manusia. Kaum optimistik berpendapat kita harus mengajak orang satu dunia untuk bersama-sama memperbaiki perilaku sehari-hari demi mewujudkan keadaan bumi yang lebih baik. Tapi coba dipikirkan lagi deh, kerja satu kelompok untuk tugas kuliah saja susahnya minta ampun apalagi ini mau mengajak satu dunia berkerja sama? Ditambah lagi tidak semua orang mengerti darurat perubahan iklim, tidak semua orang paham bumi kita sedang sakit. Kira-kira mengapa ya banyak orang masih abai dengan isu ini? Kalau prediksi saya sih karena kita termasuk dalam kelompok yang masih jauh dari dampak langsung dari perubahan iklim, kita bukan warga afrika yang daerahnya disebut baris terdepan terdampak perubahan iklim. Dampak yang sampai kepada kita atau sebagai sampel saya sendiri deh, mahasiswa yang tinggal di Yogyakarta. Paling apasih dampaknya? Semua dampak yang sampai masih menemukan solusi. Panas di siang hari bisa diatasi dengan pake kipas angin portabel yang beli di M*niso atau kalo saya sebagai ekstrimis rebahan memilih enggak pergi kemana-mana sekalian. Keluhan mahasiswa Jogja ini paling mentok kegiatan makrab (malam keakraban) di Kaliurang jadi kurang asik karena udaranya yang udah ga sedingin dulu, karena udah ga ada alasan untuk cuddling alias dempet-dempetan duduknya sama gebetan “soale panas dab”. Selebihnya ga ada tuh yang marah-marah, melenceng sedikit (dulu) ada sih kelompok masyarakat yang getol betul menyuarakan isu lingkungan yaitu tentang sampah laut, spesifiknya sampah plastik dalam bentuk sedotan. Mereka bilang sedotan itu bahaya banget, karena bentuknya yang kecil, sekali pakai dan sulit terurai. Solusinya mereka menawarkan sedotan yang bisa dipakai berulang-ulang jadi bisa mengurangi jumlahnya di lautan sana. Ramai-ramai mereka mengkampanyekan pemakaian sedotan dari metal. Sayang, saya belom jadi beli sedotan metal tersebut hypenya sudah turun, ya beginilah nasib orang yang menganut prinsip “dikokop wae” alias diminum langsung dari gelasnya. Apalagi baru-baru ini muncul perdebatan ternyata sedotan dari metal sama berbahayanya untuk lingkungan, katanya proses pembuatan sedotan metal membutuhkan energi yang lebih banyak dan limbah yang lebih besar. Banyaknya coffee shop nge-hitz di setiap sudut Jogja juga membuat pandangan saya makin pesimis saja pada lingkungan kita. Bagaimana tidak, hampir semuanya menggunakan wadah sekali pakai dan pake sedotan!1!1! Dengan keadaan ini apakah artinya mahasiswa Jogja sudah sepenuhnya move on dari kampanye sedotan sekali pakai? Apakah akhirnya kita sudah capek untuk mengikuti tren menyelamatkan bumi ini? Ya gimana, pake sedotan metal salah, ya sudah balik lagi saja toh ga ada bedanya kan?

Dear mahasiswa Jogja, ‘wes tak kandani dikokop wae cuk!’ (sudah tak bilangin diminum dari gelasnya aja!).


Jujur saja saya ga tau bumi kita akan bertahan sampai kapan tetapi kalo terus-terusan begini bukan tidak mungkin umat manusia bakalan lenyap. Serem sekali bukan? Mungkin banget lho apa yang digambarkan film 2012 bakalan terjadi. Terus solusinya gimana ya?! Kalau saya bisa ngasih saran ke teman-teman mahasiswa sekalian, mulailah membicarakan tentang isu perubahan iklim dengan siapa saja. Coba kalian sekali-kali baca gimana perkembangan kerusakan bumi ini, sebagai mahasiswa saya yakin kalian sudah tau kan sumber kredibel untuk hal tersebut? Nah, biasanya artikel atau jurnal itu ada dalam bahasa inggris, coba kalian pahami lalu kalian beri pemahaman tersebut kepada orang tua, teman, pacar, atau selingkuhan juga boleh, pokoknya ke semua orang deh! Soalnya data yang menyatakan orang Indonesia paling denial atau menyangkal tentang perubahan iklim membuat saya bengong, karena jika dinyatakan “menyangkal” artinya masyarakat Indonesia ini sudah paham betul isu perubahan iklim lalu merasa tidak setuju dan kemudian melahirkan sikap denial. Saya rasa masyarakat Indonesia belum sampai pada level tersebut. Makanya ‘please banget ’, tolong buat orang terdekat kamu paham isu lingkungan yang sedang kita hadapi. Biar mereka bisa mengambil sikap denial, eh maksudnya peduli. Hehehe.

22 views0 comments

Recent Posts

See All

Tahun 2022

Bukittinggi, 12 November 2022 Gila tahun 2022 udah mau berakhir aja, tinggal 2 bulan lagi. Dan sayaa masih hidup sodara-sodara hahahaha walaupun sebenernya akhir-akhir ini rasanya dah mau koid karena

Hello Again

1st May 2021 Haiiii it's been a while since I log in to this website and write something. Don't worry my life been great, I just don't know what to do in this time. Yes I'm still in the middle of COVI

A Book Recommendation

or a glorification? hahaha (or the odd list whatever) Eniwe, it's been a while I haven't write again for this website, I'm so sorry guys, been so busy these days. Busy chasing my Sensei for my revisio

Post: Blog2_Post
bottom of page